Jurnal Kegiatan
FGD Model Pengelolaan Sungai Citarik
Basecamp KW, TBMK, 15-16 Maret 2018
15 Maret
Pukul 09.30 pagi, tim bertemu di rest area km 147 buahbatu. Setelah berkumpul lanjut ke titik Pasir Candi utk melihat lembahan Citarik, Puncak Kareumbi – Kerenceng dan unit TPS liar yang berada di bantaran sungai Citarik. Terlihat ada truk dan backhoe disitu.

Tim di Pasir Candi, berlatar belakang Pasir Aseupan dan Gn. Geulis serta hamparan pabrik di Rancaekek
Tim bergerak menuju villa Bumi Kelor, di homestay milik kang Dedi Mongol ini tim meninjau unit Kompos. Disebutkan bahwa sudah 30 ton bahan baku yang terolah dengan komposisi antara lain kohe sapi 18 ton, kohe domba 14 ton dan bahan lain. Disampaikan oleh pak Udin dari Direktorat Pencemaran Air, bahwa unit Kompos Kelor bisa masuk kedalam rencana aksi pengelolaan DAS, sebagai bagian dari upaya pengurangan kotoran hewan ternak yang dibuang ke sungai.

Unit Kompos Kelor, unit ini didirikan bertujuan untuk antara lain, 1) mengurangi limbah yang dibuang ke sungai Citarik, 2) basis untuk penerapan pertanian organik sebagai upaya pengurangan residu pupuk kimia dan pestisida yang digunakan para petani lokal, 3) unit bisnis koperasi Wanadri
Dari Kompos Kelor, tim bergerak menuju basecamp KW untuk makan siang. Setelah makan siang meninjau Kp. Cimulu. Disana diskusi fokus pada sedimentasi yang masuk ke sungai akibat bukaan lahan di Cigumentong. Tim ditemani Polhut Kepala Resort Kareumbi Barat, Pak Nana Yutriana. Titik ini dapat menjadi demplot percontohan program penataan ekoriparian. Yaitu menata sempadan agar pertanian hortikultura yang dilakukan masyarakat (komoditi tomat, cabe dan kol dengan menggunakan mulsa plastik) tidak menyebabkan laju sedimentasi bertambah tinggi.

Pertanian intensif dengan menggunakan mulsa plastik sampai dibibir sungai Cimulu yang menyumbang sedimentasi cukup besar, dan sebagian tertampung di bendung bronjong Camping Ground A, basecamp TBMK
Dari Cimulu, tim bergerak menuju Kp. Cigumentong. Disana tim meninjau area ranca Cigumentong dari titik rumah Kang Dardjat. Tim berdiskusi mengenai kemungkinan untuk penataan area ranca untuk menjadi percontohan area wetlands. Isu pencemaran di titik ini sama dengan Cimulu, yaitu sedimentasi, residu pupuk & pestisida dan juga sampah plastik kemasan.

Diskusi di Saung Kang Dardjat (Kang Pekik, Kang Tulus, Kang Aries Yansen, Kang Dardjat, Kang Gegep, Kang Udin dan Polhut Kareumbi Barat, Pak Nana Yutriana
Tim kemudian bergerak kembali ke basecamp KW untuk recharge dengan snack dan kopi. Tidak terlalu lama, tim kembali bergerak ke lahan bekas perkebunan teh Sindoelang yang berjarak kira-kira 4km dari basecamp TBMK. Disana meninjau lahan seluas 270 hektar lebih yang tidak terdapat tegakan dan dialiri oleh setidaknya 4 anak sungai yang bermuara di sungai Citarik di sekitar Curug Sindulang. Area ini berpotensi menyumbang pencemaran dalam bentuk sedimentasi yang cukup tinggi dan nampaknya dapat diangkat menjadi isu besar di Citarik Hulu. Tim sepakat untuk melihat isu tenurial di lahan ini lebih dalam. Pukul 17.15 tim bergerak kembali ke basecamp KW untuk bersiap makan malam dan diskusi.

Foto bareng menjadi segmen wajib yang sering terlupakan :). Latar belakang adalah eks perkebunan teh Sindoelang yang terlantar dan berpotensi menyumbang sedimentasi ke sungai Citarik
Pukul 20.30, berlokasi di aula basecamp TBMK, diskusi dibuka oleh Mas Item. Paparan pertama oleh Ersa AMW menyampaikan tentang rencana aksi dari tim AMW sampai Juli 2018 yang terdiri dari beberapa kegiatan. Diantaranya adalah kebutuhan training dan 1) Pendataan kualitas air di Sungai Citarik, 2) Penyediaan air bersih di wilayah Kecamatan Cimanggung, 3) Aplikasi sistem pengelolaan sampah rumah tangga menjadi sumber energy (Waste to Energy) di lingkungan Cimulu, Cigumentong, dan Leuwiliang, 4) Membangun sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di wilayah Kecamatan Cimanggung, dan 5) Merancang sistem mitigasi bencana banjir di aliran Sungai Citarik
Paparan dilanjutkan dengan peta permasalahan di hulu sungai Citarik oleh Echo dan tanggapan dari peserta rapat. Diskusi berlangsung hangat dan cukup bersemangat (resume diskusi akan disampaikan terpisah), dan pada pukul 23.30 diskusi yang kurang lebih dihadiri oleh 30 orang ditutup.
16 Maret
Hari Jum’at dibuka dengan sarapan pagi bersama di kantin basecamp TBMK. Menu nasi goreng, telur dadar, lalap sambal dan kerupuk disantap habis peserta. Tim kemudian bergerak dengan 3 kendaraan menuju area penangkaran rusa. Meninjau beberapa titik yaitu pelataran empang yang tadinya adalah kolam berair namun saat ini sudah tertutup sedimentasi dan menjadi lapangan rumput akibat pertanian intensif diatasnya.
Kemudian tim masuk ke ranch rusa 28 hektar melalui Remi Tjahari Safari Trail, meninjau plot persemaian Walipohon di Ciseumat, area camping ground stanplat dan rawa Gamlok. Di rawa Gamlok, tim bertemu dengan masyarakat yang sedang mencari rumput untuk pakan domba dan sempat ngobrol soal jenis-jenis rumput. Kang Ciko secara khusus menyampaikan minat untuk mendokumentasikan jenis-jenis rumput dan nama-nama lokalnya.

Kang Gegep sedang membahas tanaman Sadagori, diperhatikan oleh Kang Agung Ganthar, Kang Udin, Kang Tulus, Kang Petot dan Mamang penyabit rumput dari Kp. Leuwiliang
Perjalanan terakhir adalah meninjau bendung sungai Citarik yang berada didalam area 28 hektar. Di lokasi bendung kembali terjadi diskusi terkait sedimentasi yang sudah nyaris menutupi bendung sehingga memperluas daerah genangan air. Dari bendung tim kembali bergerak pulang ke basecamp KW utk melaksanakan ISHOMA. Pukul 14.00 tim Ditjen Pencemaran dan Kang Gegep pulang kembali ke Jakarta.
Dapat disimpulkan bahwa banyak permasalahan yang terjadi di hulu sungai Citarik di sekitar TBMK adalah cerminan permasalah yang juga terjadi di hulu sungai Citarum dalam skala yang lebih kecil. Untuk itu apabila titik-titik permasalah ini dicoba dicarikan solusinya, semoga dapat menjadi model penanganan kasus yang sama di sungai Citarum.
Peserta:
Staf Ditjen PPKL LHK (Pak Tulus, pak Udin dan Tim)
Tim TBMK/ Forum Selasa’an Arumanis
Tim AMW Citarum – Wanadri
Gabungan Pecinta Alam Bandung Timur
Dan akang-teteh lain yang telah turut mendukung dan berpartisipasi.
Kredit foto: Misbahudin AMW 2097 Topan Rimba, ECHO